Aksara A (3)
Abiyasa
BEGAWAN ABYASA
Prabu Abyasa anak Prabu Palasara, raja di Negara Astina.
Prabu Abyasa merupakan ayah daru Pandu
Dewanata dan merupakan kakek dari Pendawa
dan Kurawa. Prabu Abyasa juga
bertahta di Astina sesudah menggantikan kedudukan prabu Palasara yang menjadi
Begawan.
Prabu Abyasa adalah Raja yang bijaksana, adil, dan kasih
sayang kepada rakyatnya. Ia selalu berpegang teguh pada adat – istiadat raja.
Abyasa kemudian menjadi raja pendeta,
artinya seorang raja yang sekaligus menjadi pendeta, bergelar Begawan Abyasa dan bertempat tinggal di
Gunung Retawu atau Saptarengga. Dia tidak memerintah
Negara Astina di dalam kerajaan Astinapura.
Sewaktu bertakhta ia bernarna Prabu
Kresnadipayana.
Begawan Abyasa berpindah dari alam fana ke alarn baka dengan
sempurna (muksa) beserta nyawa – raganya
dan dijemput oleh Dewa dengan berkendaraan cahaya. Prabu Kresnadipayana bermata jaitan, berhidung mancung, berjenggot,
bermahkota dan berjamang tiga susun dengan garuda membelakang. Berpraba, dan
berkain bokongan kerajaan dan bersepatu.
Begawan Abyasa ialah Prabu Kresnadipayana sesudah ia menjadi
pendeta. Ia berdestar rneruntai ke belakang, berjamang dengan garuda
membelakang, bersunting bunga kluwih, berbaju, berselendang dan bersepatu. Ia
juga berkain rapekan pendeta. Sebelum muksa
(wafat dalam arti hilang beserta badan kasarnya),
Begawan Abyasa berkeliling diringi oleh keluarga
Pendawa dan keturunan mereka keluar kota (negara) dan dengan rasa haru meninjau daerah di mana perang Baratayuda telah berlangsung.
Ditempat belangsungnya perang Bharatayuda, banyak
ditemukannya tempat - tempat rusak porak poranda akibat peperangan tersebut.
Tempat – tempat yang rusak tersebut kemudian oleh Begawan Abyasa diperbaiki. Di
tempat berlangsungnya peperangan juga banyak dijumpai jiwa – jiwa yang belum
sempurna matinya. Kemudian Begawan Abyasa dan Keluarga Pandawa menyempurnakan
jiwa – jiwa tersebut dengan berdoa dan memuja terhadap Sang Hyang Wenang. Dan ketika Sang Begawan Abyasa mengetahui, bahwa
jiwa Pendeta Durna (guru Pandawa dan Kurawa) belum mati sempurna,
maka ia bertitah kepada Pandawa,
supaya menyempurnakan kematiannya, karena Pendeta Durna adalah para Pendawa.
Titah ini dilaksanakan oleh keluarga pandawa dengan baik.
Disaat tersebut, Hati para Pandawa terharu oleh peristiwa
ini. Mereka melihat betapa besar akibat buruk dari Perang Baratayuda. Sang
Begawan Abyasa mencapai usia yang lanjut dan sempat menyaksikan kelahiran
cicitnya Raden Parikesit putra Abimanyu. Nama Kresnadipayana dipakai oleh Raden Parikesit, sesudah ia bertakhta
sebagai raja di Astina, seperti adat
– istiadat orang Jawa, bila seseorang menggantikan pangkat ayahnya. Ada lagi
adat kebiasaan Jawa untuk mengambil sebagian nama ayahnya, sesudah seseorang
kawin. Misalnya saja sesudah Susanto, anak Prawirakusuma menikah, dipilihlah
olehnya atau dipilihkanlah untuknya nama Prawiraraharja sebagai nama tuanya.
Begawan Abiyasa memiliki tiga orang anak
yang ketiganya cacat yaitu :
1.
Dastarastra ( buta) yang
merupakan bapak dari Kurawa
2.
Pandudewanata ( tengeng /
lehernya tidak bisa lurus ), yang merupakan bapak dari pandawa.
3.
Yamawidura ( pincang )
Menurut cerita, sebab - sebab mengapa
ketiga-tiga putra Prabu Abyasa
sampai cacad adalah:
1.
Ketika ibu
Dastarastra pertama kali melihat Prabu Abyasa saat hendak melakukan
hubungan badan, ia merasa sangat takut, sangking takutnya sampai – sampai ibu
Dastarastra menutup matanya saat
berhubungan dengan Prabu Abyasa. Dan ketika Raden Dastarastra lahir, ternyata
mata Raden Dastarastra buta.
2.
Selanjutnya, ketika ibu Pandudewanata ( nenek pandawa ) pertama kali melihat Abyasa saat melakukan
hubungan suami istri ia merasa takut, sangking takutnya ia membuang muka saat
berhubungan badan dengan Prabu Abyasa dan sesudah Pandudewanata lahir, ternyata
lehernya tengengen.
3.
Dan yang terakhir, ketika ibu Yamawidura pertama kali melihat
Abyasa saat melakukan hubungan suami istri iapun merasa sangat takut bahkan
hendak lari dan sesudah Yamawidura lahir, ternyata anak itu timpang, pincang
kakinya.
3.
( Sumber : Sejarah
Wayang Purwa - Hardjowirogo - PN Balai Pustaka – 1982 )