Indonesia

Indonesia is the beautiful country in the universe

Kamis, 08 Desember 2011

Abiyasa


Aksara A (3)
Abiyasa
BEGAWAN ABYASA
Prabu Abyasa anak Prabu Palasara, raja di Negara Astina. Prabu Abyasa merupakan ayah daru Pandu Dewanata dan merupakan kakek dari Pendawa dan Kurawa. Prabu Abyasa juga bertahta di Astina sesudah menggantikan kedudukan prabu Palasara yang menjadi Begawan.
Prabu Abyasa adalah Raja yang bijaksana, adil, dan kasih sayang kepada rakyatnya. Ia selalu berpegang teguh pada adat – istiadat raja. Abyasa kemudian menjadi raja pendeta, artinya seorang raja yang sekaligus menjadi pendeta, bergelar Begawan Abyasa dan bertempat tinggal di Gunung Retawu atau Saptarengga. Dia tidak memerintah Negara Astina di dalam kerajaan Astinapura. Sewaktu bertakhta ia bernarna Prabu Kresnadipayana.

Begawan Abyasa berpindah dari alam fana ke alarn baka dengan sempurna (muksa) beserta nyawa – raganya dan dijemput oleh Dewa dengan berkendaraan cahaya. Prabu Kresnadipayana bermata jaitan, berhidung mancung, berjenggot, bermahkota dan berjamang tiga susun dengan garuda membelakang. Berpraba, dan berkain bokongan kerajaan dan bersepatu.
Begawan Abyasa ialah Prabu Kresnadipayana sesudah ia menjadi pendeta. Ia berdestar rneruntai ke belakang, berjamang dengan garuda membelakang, bersunting bunga kluwih, berbaju, berselendang dan bersepatu. Ia juga berkain rapekan pendeta. Sebelum muksa (wafat dalam arti hilang beserta badan kasarnya), Begawan Abyasa berkeliling diringi oleh keluarga Pendawa dan keturunan mereka keluar kota (negara) dan dengan rasa haru meninjau daerah di mana perang Baratayuda telah berlangsung.
Ditempat belangsungnya perang Bharatayuda, banyak ditemukannya tempat - tempat rusak porak poranda akibat peperangan tersebut. Tempat – tempat yang rusak tersebut kemudian oleh Begawan Abyasa diperbaiki. Di tempat berlangsungnya peperangan juga banyak dijumpai jiwa – jiwa yang belum sempurna matinya. Kemudian Begawan Abyasa dan Keluarga Pandawa menyempurnakan jiwa – jiwa tersebut dengan berdoa dan memuja terhadap Sang Hyang Wenang. Dan ketika Sang Begawan Abyasa mengetahui, bahwa jiwa Pendeta Durna (guru Pandawa dan Kurawa) belum mati sempurna, maka ia bertitah kepada Pandawa, supaya menyempurnakan kematiannya, karena Pendeta Durna adalah para Pendawa. Titah ini dilaksanakan oleh keluarga pandawa dengan baik.
Disaat tersebut, Hati para Pandawa terharu oleh peristiwa ini. Mereka melihat betapa besar akibat buruk dari Perang Baratayuda. Sang Begawan Abyasa mencapai usia yang lanjut dan sempat menyaksikan kelahiran cicitnya Raden Parikesit putra Abimanyu. Nama Kresnadipayana dipakai oleh Raden Parikesit, sesudah ia bertakhta sebagai raja di Astina, seperti adat – istiadat orang Jawa, bila seseorang menggantikan pangkat ayahnya. Ada lagi adat kebiasaan Jawa untuk mengambil sebagian nama ayahnya, sesudah seseorang kawin. Misalnya saja sesudah Susanto, anak Prawirakusuma menikah, dipilihlah olehnya atau dipilihkanlah untuknya nama Prawiraraharja sebagai nama tuanya.
Begawan Abiyasa memiliki tiga orang anak yang ketiganya cacat yaitu :
1.      Dastarastra ( buta) yang merupakan bapak dari Kurawa
2.      Pandudewanata ( tengeng / lehernya tidak bisa lurus ), yang merupakan bapak dari pandawa.
3.      Yamawidura  ( pincang )
Menurut cerita, sebab - sebab mengapa ketiga-tiga putra Prabu Abyasa sampai cacad adalah:
1.       Ketika ibu Dastarastra pertama kali melihat Prabu Abyasa saat hendak melakukan hubungan badan, ia merasa sangat takut, sangking takutnya sampai – sampai ibu Dastarastra  menutup matanya saat berhubungan dengan Prabu Abyasa. Dan ketika Raden Dastarastra lahir, ternyata mata Raden Dastarastra buta.
2.      Selanjutnya, ketika ibu Pandudewanata ( nenek pandawa ) pertama kali melihat Abyasa saat melakukan hubungan suami istri ia merasa takut, sangking takutnya ia membuang muka saat berhubungan badan dengan Prabu Abyasa dan sesudah Pandudewanata lahir, ternyata lehernya tengengen.
3.      Dan yang terakhir, ketika ibu Yamawidura pertama kali melihat Abyasa saat melakukan hubungan suami istri iapun merasa sangat takut bahkan hendak lari dan sesudah Yamawidura lahir, ternyata anak itu timpang, pincang kakinya.
3.

( Sumber : Sejarah Wayang Purwa - Hardjowirogo - PN Balai Pustaka – 1982 )

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More